Pesan untuk Saudaraku

5


Segala puji dan syukur hanya pantas bagi Alloh SWT, Dzat yang telah menurunkan bagi umat manusia cahaya dan petunjuk berupa Dienul Islam, Yang mengeluarkan umat manusia dari kesesatan menuju keselamatan, mengantarkan manusia dari kesengsaraan menuju kesejahteraan.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurah atas Rasul Mulia, Nabi dan Utusan-Nya, yang dengan sabar dan kasih sayangnya mengajarkan kepada manusia untuk mengenal penciptanya, mengajarkan Al-Islam dan syari’ah-Nya, mengajarkan dakwah dan cara memperjuangkan dien-Nya, demikian juga atas keluarga dan sahabat beliau serta para pengemban dakwah yang senantiasa istiqomah mengikuti manhaj beliau, Amin.
Sebagai seorang muslim memang sudah sepantasnya kita mendengarkan nasihat dan peringatan yang berdasarkan Al Qur’an dan Hadist Nabi. Bukan sebaliknya tidak peduli kepada peringatan Al Qur’an dan Sunnah, seperti orang kafir dan yahudi yang menyatakan bahwa “hati mereka telah tertutup” sebagaimana Alloh terangkan keadaan mereka:
“ Dan Mereka berkata; ‘Hati kami tertutup!’ Tetapi sebenarnya Alloh telah mengutuk mereka karena keingkaran mereka, maka sedikit sekali mereka yang beriman ” (Q.S. Al Baqarah: 88)
Mereka tidak mau mendengarkan nasehat ini, tidak dapat menjaga diri dan keluarganya dari neraka, padahal Alloh memerintahkan,
“ Hai orang-orang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Alloh terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan ” (Q.S. At Tahrim: 6)
Sebagai muslim, kehidupan kita terikat seratus persen dengan tatanan syari’at dan hukum Alloh dalam Al Qur’an dan Sunnah, yang meliputi aspek pribadi, keluarga maupun Negara. Ini berarti bahwa dalam mengelola Negara, terikat dengan tatanan syari’at dan hukum Alloh. Dalam hal ini Alloh berfirman;
        “Maka demi Rabb-mu, mereka pada hakikatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya ” (Q.S. An Nisa: 65)
Bahkan dengan tegas Alloh memerintahkan kepada muslimin agar dalam menata kehidupan ini hanya mengikuti jalan Alloh (syari’at Islam) secara murni, dan menghindari semua ideologi ciptaan manusia (sekulerisme, liberalisme, demokrasi, dll buatan manusia). Alloh berfirman,
“ Dan bahwa yang Aku perintahkan ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain, karena jalan itu akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Alloh kepadamu agar kamu bertaqwa ” (Q.S. Al An’am: 153)
Bahkan para ulama sepakat bahwa penguasa yang beragama Islam yang memerintah negara-negara umat Islam (yakni negara yang berpenduduk mayoritas muslim) sedang dia enggan mengatur pemerintahannya dengan syari’at Islam secara kaffah, maka dia dihukumi murtad. Diantara penyebabnya yang paling penting adalah:
  1. Menetapkan undang-undang selain hukum Alloh
  2. Menganggap hukum positif buatan manusia lebih baik dan lebih sesuai untuk mengatur negeri mereka daripada hukum Alloh
  3. Mendirikan lembaga-lembaga peradilan/mahkamah yang berhukum dengan hukum buatan manusia yang kebanyakan bertentangan dengan hukum Alloh
  4. Menganut paham sekulerisme dan mempraktekannya dalam kehidupan sehari-hari
  5. Menganut paham demokrasi dan menerapkannya dalam kehidupan di kalangan rakyatnya, sedangkan demokrasi itu jelas syirik hukumnya
  6. Bekerjasama dengan orang-orang kafir dan membantu mereka dalam memerangi Islam dan memerangi kaum muslimin
Allah SWT ‘Azza wa Jalla berfirman,
“ Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Alloh yang mensyari’atkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Alloh ”
Barang siapa menetapkan undang-undang tanpa izin Alloh berarti telah mengangkat dirinya menjadi sekutu bagi Alloh. Ibnu katsir berkata dalam tafsirnya ketika menafsirkan ayat ini: “Maksudnya mereka tidak mengikuti dien yang lurus yang disyari’atkan Alloh. Namun mereka mengikuti undang-undang yang ditetapkan setan mereka, baik dari kalangan jin dan dari kalangan manusia, berupa pengharaman bahiroh, saibah, wasilah dan ham, serta penghalalan memakan bangkai, darah, judi dan kesesatan serta kebodohan lainnya yang mereka ada-adakan pada masa jahiliyah, berupa penghalalan, pengharaman, ibadah-ibadah yang bathil dan harta-harta yang rusak”
Tidak diragukan lagi mengikuti undang-undang positif yang menihilkan syari’at Alloh merupakan sikap berpaling dari syari’at dan ketaatan kepada Alloh,. Syaikh Syanqithi menafsirkan firman Alloh.
“ Dia tidak mengambil seorangpun sebagai sekutu Alloh dalam menetapkan keputusan ” (Q.S. Al Kahfi:26)
Beliau berkata, Dipahami ayat ini, “Dan tidak mengambil seorangpun sebagai sekutu Alloh dalam menetapkan keputusan”, bahwa orang-orang yang mengikuti hukum-hukum para pembuat undang-undang selain apa yang di syari’atkan Alloh, mereka itu musyrik kepada Alloh. Pemahaman ini diterangkan oleh ayat-ayat yang lain seperti firman Alloh tentang orang yang mengikuti tasyri’ (aturan-aturan) setan yang menghalalkan bangkai dengan alasan sebagai sembelihan Alloh (lihat Q.S. Al An’am: 121)
Demokrasi merupakan sebuah sistem yang berbeda dengan Islam. Demokrasi mempunyai persepsi sendiri dalam memandang alam dan kehidupan. Demokrasi mempunyai persepsi sendiri dalam mengatur kehidupan negara, individu, hak-hak dan kewajiban manusia, hubungan antara manusia, aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, peradilan, pendidikan dan bahkan sampai urusan ritual peribadatan. Persepsi demokrasi terhadap semua hal bersifat mengikat dan harus dilaksanakan secara konsekuen oleh setiap orang yang menerima demokrasi. Ini semua menunjukan bahwa demokrasi adalah sebuah dien. Kalau ini semua bukan dien, lantas disebut apa? Dengan demikian, secara etimologi, demokrasi adalah sebuah dien.
Demokrasi jelas-jelas merupakan sebuah sistem yang bertentangan dengan Islam. Karena itu, para ulama sepakat menyatakan sebagai sebuah dien kafir yang bertolak belakang dengan Islam. Dalam hal ini, para ulama telah mengarang banyak buku, seperti: Syaikh Abdul Ghani bin Muhammad bin Ibrahim Ar Rahal dalam bukunya Al Islamiyyun wa Sarabu Dimuqrathiyah (Muassasatul Mu’taman, 1409H), Syaikh Abdul Mun’im Musthafa Halimah dalam beberapa bukunya antara lain Hukmul Islami Fil Dimuqrathiyati wa At Ta’adudiyyati Al Hizbiyyati (Al Markazu Ad Dauli Lid Dirasat Al Islamiyah, 1420H), Dr. Sholah Showi dalam beberapa bukunya antara lain Ats Tsawabit wal Mutaghayirat fi Masiratil ‘Aman Al Islamy Al Muashir (Al Muntada Al Islamy, 1414H), Syaikh Abu Muhammad Ashim Al Maqdisi dalam beberapa bukunya seperti Ad Dimuqrathiyaty Dienun, Syaikh Sa’id Abdul Adzim dalam bukunya  Ad Dimuqrathiyaty fil Mizan (Daarul Furqon), Syaikh Muhammad Syarif Syakir dalam bukunya Haqiqatu Ad Dimuqrathiyah (Daarul Wathan, 1412H) dan banyak ulama lainnya.
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata”
“orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang(pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan”
Semoga Menjadi Suatu pencerahan.
Langganan Artikel Gratis. Silahkan Daftarkan Email Anda.
Andika Faris

Posting Komentar

5Komentar
Posting Komentar